Kamis, 15 November 2018

Uang Bisa Beranak, Tapi Tidak Punya Saudara

"Uang memang tidak ada saudaranya." Demikianlah bunyi sebuah peribahasa. Sayangnya, peribahasa warisan lelulur ini jarang dijadikan landasan untuk berbicara tentang pinjam-meminjam.

Uang tidak punya saudara kembar, kakak,adik,ayah,atau ibu.Uang hanya punya prinsip nilai yang berada pada dirinya sendiri (values in itself). Berapa nilai dan seperti apa perjanjian sebelum uang dipinjamkan dari pemilik uang ke peminjam memiliki prinsip yang teguh dan semuanya berpusat pada nilai uang itu dan perjanjian yang dibangun.

Karena itu, jangan sekali-sekali bicara tentang hubungan saudara (keluarga) ketika Anda ditagih oleh pemilik uang yang Anda pinjam.

Kisah tentang si Uang yang tidak punya rasa belas kasihan dan tidak punya rasa saudara ini banyak menelan korban dan banyak cerita sedih. Dan biasanya, orang lain yang tidak tahu tentang bagaimana masalah itu terjadi cenderung membela korban kekerasan oleh pemilik uang. Padahal, bisa saja si pemilik uang sedang terjerat masalah keuangan dan mengancam kehidupannya, lalu si peminjam uangnya malah berlindung di balik kata "saudara" (hubungan keluarga) dan BELUM PUNYA UANG.

Hampir semua orang ingin bisa membahagiakan anggota keluarga dekat (kerabat, sepupu, dll) dan ingin bisa melakukan apapun untuk memuliakan mereka. Akan tetapi seperti bunyi peribahasa di atas bahwa 'duit tidak ada saudaranya'. Artinya, apabila seseorang meminjam uang dan membuat perjanjian tak-tertulis, maka jangan pernah berdalih atas hubungan keluarga, persaudaraan, dan ketidakmampuan untuk membayar. KITA MEMINJAM UANG DARI SESEORANG, MAKA YANG HARUS KITA KEMBALIKAN ADALAH UANG, bukan berlindung di balik kata-kata "saudara" dan dalih tidak punya uang. Jika kita tidak mampu membayar nilai uang yang kita pinjam, maka berilah sejumlah nilai yang setara dengan nilai uang itu. JANGAN BERDALIH DI ATAS HUBUNGAN KEKELUARGAAN.

Kita memang wajib untuk saling membantu, terutama apabila masih berhubungan darah atau sebagai saudara, akan tetapi kita, di saat yang bersamaan akan menempatkan diri kita seperti makan buah simalakama. Karena apabila saudara tersebut tidak dapat mengembalikan pinjamannya, maka kita akan berangkat dari perjanjian awal dan prinsip nilai uang itu.

Uang itu adalah hasil jerih payah kita, padanya melekat nasib keluarga inti kita (istri dan anak). Mengapa harus menjadi nilai yang tidak berarti (bernilai) oleh orang lain, sekali pun itu bernama saudara kandung ? Memang kalau kita lagi susah, apakah saudara kandung kita menanggung semua kehidupan kita? Tidak. Suami-istri sebagai keluarga intilah yang menanggungnya. Jangan sepelekan pasangan Anda (suami atau istri) dalam hal pinjam-meminjam uang terhadap keluarga ! Mereka harus tetap sebagai orang lain dalam hal pinjam-meminjam. Terkecuali kalau sakit atau musibah, maka kita wajib menolong semampu kita.

Apabila yang meminjam uang ternyata saudara dari pihak kita, bisa saja pasangan kita juga ikutan tidak menyukai saudara kita dan mungkin jadi ikutan membenci kita. Dan apabila kita mulai menekan keluarga kita peminjam tersebut, maka orang tersebut akan menghindar. Yang membuat semakin ribet adalah campur tangan anggota keluarga lainnya, khususnya orangtua.

Pertanyaannya adalah mengapa saudara kita meminta pinjaman uang tersebut kepada kita? Jawabannya adalah: DIA MEMBUTUHKAN UANG UNTUK KEPERLUANNYA, dan lebih mudah pinjamnya, lebih fleksibel, lebih cepat, tidak ribet dan lain-lain. Kata kuncinya atau titik berangkatnya adalah BUTUH, UANG, LEBIH MUDAH. Yang apabila disimpulkan, artinya: ingin lebih mudah mendapatkan UANG dan belum tentu ia bisa mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan (Bank) seperti Kredit Tanpa Jaminan atau Kartu Kredit. Lalu, kenapa pada akhirnya urusan kita malah DIPERSULIT dan MELUPAKAN KEBUTUHANNYA, sementara kita MEMPERMUDAH URUSAN KEBUTUHANNYA ?

Lalu, apabila dapat disimpulkan bahwa saudara kita tidak berhak atau belum bisa meminjam dari institusi keuangan mengapa justru kita yang memberikan pinjaman? Yang dapat dilihat bahwa RISIKO UANG TIDAK KEMBALI sangatlah tinggi. Akhirnya terjadilah keributan yang sangat mungkin merusak hubungan abadi kekeluargaan dan pertikaian merenggut nyawa.

Buatlah Perjanjian

Apabila kita masih ngotot ingin “membantu” saudara kita ini, maka lakukanlah dengan benar. Artinya, kita harus lakukan seperti apabila kita meminjamkan uang ke orang lain (yang bukan saudara atau orang dekat). Kita harus mempersiapkan perjanjian pinjam-meminjam yang harus ditanda-tangani di atas materai oleh kedua belah pihak. BILA PENTING ADANYA SAKSI, dan mencantumkan "apabila perjanjian dikhianati oleh salah satu pihak, maka akan diselesaikan secara hukum."

Komunikasikan hal ini secara baik-baik dan katakan bahwa hal ini hanya untuk berjaga-jaga saja. Kalau kita mengkomunikasikan dengan baik, saya yakin saudara kita tidak akan tersinggung atau menolak. Kalau dia tersinggung, berarti DIA ADALAH PENIPU. Dia yang butuh uang, harusnya dia harus tunduk pada pada prinsip nilai uang, karena dia MEMBUTUHKANNYA.

Apabila peminjam (saudara kita) merasa tidak senang karena kita membuat perjanjian dan dia harus menanda tanganinya yang dianggap kita tidak mempercayainya, maka URUNGKANLAH NIAT ANDA UNTUK MEMINJAMKAN UANG. Masing-masing punya urusan dan privasi sendiri. Kita juga tidak perlu merasa bersalah bila tidak bisa meminjamkannya. Dia yang ingin meminjam sejumlah uang UNTUK KEINGINANNYA, mengapa pula harus mengorbankan orang lain, sekali pun itu bernama saudara.

Setiap orang yang jujur dan benar-benar memerlukan pinjaman dan berniat akan mengembalikan pinjamannya akan dengan senang hati menandatangani perjanjian tersebut, dan berniat untuk membayar. Peminjam harus bersyukur karena keinginannya terpenuhi melalui saudara dekat. Kebalikannya apabila kita berhadapan dengan orang yang merasa tidak senang untuk menandatangani perjanjian pinjam-meminjam, kita dapat menyimpulkan bahwa orang tersebut sudah punya niat untuk tidak mengembalikan uang kita.

Karena itu, jangan libatkan hubungan keluarga atau pun persaudaraan dalam masalah hutang-piutang. Tidak mampu untuk meminjamkan, atau peminjam kemungkinan tidak sanggup bayar dan punya track record kurang baik, maka bantulah ala kadarnya. Tidak ada aturan moral yang mengharuskan kita untuk rugi demi KEINGINAN (kehidupan foya-foya) orang lain, sekalipun itu saudara terdekat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

https://pusaka.or.id/assets/2018/01/Laporan-Bersama-Catatan-Akhir-Tahun-2017-Vrs.pdf