Rabu, 05 Desember 2018

https://pusaka.or.id/assets/2018/01/Laporan-Bersama-Catatan-Akhir-Tahun-2017-Vrs.pdf

Sabtu, 24 November 2018

Aku Menyembah Sang Maha, Bukan Penyembah Berhala


Jika ada yang bertanya, "Kenapa kalian menyembah pohon besar yang berjaket poleng? Maka aku akan menjawab, "Aku tidak menyembah pohon. Aku hanya mempersembahkan baktiku ke Mahluk Lain yang memberiku udara segar setiap harinya. Bukankah Sang Maha itu ada pada setiap mahluk hidup? Jadi apa salahnya aku memberi sembah dan terimakasih kepada pohon yang melambangkan kehidupan alam semesta? Aku merasakan berkah-Nya dan melihat wajah-Nya melalui pohon itu."

Jika ditanya lagi: "Mengapa kalian menyembah batu? Maka aku akan menjawab, "Aku tidak menyembah batu. Tapi aku menyembah apa yang aku percaya. Apa itu? Ya, Pertiwi yang keras dan tangguh menahan pijakan kakiku. Apa salahnya bila aku berterimakasih lewat jalan itu ?

Ah, seandainya nanti ditanya lagi, "Siapa yang kau sembah selama hidupmu? Maka aku akan menjawab, "Oh Tuhanku, aku tak 'tahu' (tidak tercerap oleh inderaku) siapa yang kusembah. Mereka bilang aku harus menyembahMu, tapi aku tak tahu Kau siapa; siapa nama-Mu, bagaimana wajah-Mu, dan dimana rumah-Mu. Aku hanya tahu bahwa bathinku harus percaya, bahwa Kau Pencipta yang patut kusembah. Lantas jawabanku hanya satu (1), "Yang kusembah selama hidupku adalah KOSONG YANG AKU PERCAYA; KOSONG yang tak pernah memaksaku, KOSONG yang tak pernah menyakitiku, KOSONG yang tak pernah berharap diisi orang lain. Karena percaya akan Tuhan bukanlah POLITIK (kekuasaan) yang menghitung pendukung untuk mendapat pengakuan. Dia hanya perlu sentuhan hati yang kosong, percaya tanpa dia berharap akan diisi.

Bukan menyinggung atau ingin menyakiti perasaan orang lain. Aku hanya menyampaikan apa yang kupercaya dan kubawa hingga akhir hayatku, tanpa membandingkan dengan apa yang orang lain percaya. Maafkan aku bila tidak menerima penjelasan tentang konsep Tuhanmu. Karena yang kupercaya adalah Sang Makhluk pemberi kehidupan dan Pemelihara semesta alam. Aku tidak akan menerima konsep tentang Tuhan yang haus akan darah sesama manusia dan senang dengan segala bentuk pertikaian. Biarkan aku menyembah Sang Maha itu dengan caraku sendiri. Dan bila kalian masih ragu tentang apa kupercaya, tunjukkanlah siapa yang kalian percaya itu dan wujud-Nya di depan mata-kepalaku sendiri. Kalau kalian bisa menyanggupinya, mungkin akan kupertimbangkan untuk mempercayainya, tapi tidak akan merubah keyakinanku. Aku akan menghargainya. Kalau tidak bisa, jangan ganggu aku meyakini apa yang harus kuyakini.

Rahayu.


Semoga semua makhluk dan semesta berbahagia.

#Suksma

Jumat, 23 November 2018

CIRI-CIRI ORANG BAIK


1. Orang Baik cenderung LEBIH BANYAK TERSENYUM.
Percaya atau tidak, kebaikan seseorang bisa ditunjukkan dari cara dia tersenyum. Mengapa? Karena semakin banyak orang tersenyum, maka hawa positif akan bertebaran di sekitarnya. Selain itu, dengan tersenyum, orang akan terkesan lebih ramah dan lebih bisa dipercaya.

2. Pikiran-pikiran negatif seperti iri hati dan dengki jarang menghinggapi orang baik.
Orang Baik akan selalu MENANAMKAN PIKIRAN POSITIF dalam hidupnya. Bahkan saat dia mengalami masa-masa sulit sekali pun sehingga akan menyebarkan suasana nyaman.

3. Orang Baik biasanya lebih sering MENYAPA DULUAN. Orang baik tidak akan keberatan untuk menyapa semua orang, bahkan terhadap orang yang berbuat jahat padanya.
Orang baik selalu terhindar dari rasa menjadi orang penting, ingin dicari dan dibutuhkan. Dia biasanya tidak membutuhkan pengakuan orang atas kinerjanya.

4. Orang Baik TIDAK INGIN MENUNJUKKAN BAHWA DIA BAIK.
Tapi orang jahat akan selalu membangun citra baik untuk (kekurangan) dirinya, dan klaim agama selalu menjadi alasan superioritas.

5. Orang Baik selalu PINTAR MENGENDALIKAN EMOSI. Mereka terlihat sangat sabar dan toleran; tidak mengutamakan kepentingan diri sendiri.

6. Orang Baik akan bercerita atau MEMBAGIKAN HAL-HAL YANG BERMANFAAT dengan tujuan memberi nasehat tanpa menggurui, bukan untuk menggiring opini publik bahwa hanya dirinyalah yang benar.

7. Orang Baik selalu menghafal tiga kata sakti, yaitu MAAF, TOLONG, dan TERIMA KASIH.

8. Orang Baik tidak akan keberatan untuk MENGAKUI KELEBIHAN ORANG LAIN.
Apalagi jika dia merasa bersalah. Mereka tidak akan segan-segan untuk MEMINTA MAAF dan MEMPERBAIKI KESALAHAN. Berbeda dengan orang jahat yang memiliki gengsi tinggi dan menganggap dirinya selalu benar. Jangankan mengaku salah, menganggap orang lain berprestasi saja gengsi. Ada saja alasan untuk mencari kesalahan serta untuk menjatuhkan orang lain.

Sebelum ciri nomor 1 - 8, ciri orang baik yang paling mudah dikenali adalah MEMBERI, entah itu uang, peluang, atau pun materi. Orang baik selalu berbagi apa saja yang mereka miliki. Itulah yang membuat mereka selalu dikenang.

"MEMANG BAIK MENJADI ORANG PENTING, TETAPI JAUH LEBIH PENTING MENJADI ORANG BAIK"

Rabu, 21 November 2018

Manusia Punya Rencana, Tuhan yang Menentukan

Salah seorang raja menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang tukang kayu yang tidak jelas kesalahannya apa. Ada rumor sampai ke telinga raja bahwa ada seorang tukang kayu mengambil batang pohon yang terpapar di jalan karena tumbang oleh hujan badai beberapa tahun lalu. Pohon itu sebelumnya berada di kebun sang raja.

Berita tentang keputusan itu bocor kepada si tukang kayu sebelum pengumuman resmi keluar. Akibatnya ia tidak bisa memejamkan mata untuk tidur di malam itu. Pikirannya hanya membayangkan kematian dan cara eksekusinya.

Istrinya menasehati:

“Tidurlah di malam ini seperti malam-malam sebelumnya. Tuhan itu hanya satu, sementara pintu keluar dari suatu masalah sangat banyak”.

Kalimat yang menentramkan itu tepat masuk ke dalam hatinya, hingga ia bisa menenangkan diri, dan ia pun bisa tidur di malam itu.

Dia baru terbangun di pagi hari ketika pintu rumahnya diketuk oleh beberapa orang prajurit. Wajahnya langsung menjadi pucat. Dia melihat kepada istrinya dengan pandangan putus asa, menyesal, dan sedih karena telah mempercayai kata-katanya semalam.

Dia membuka pintu dengan kedua tangan menggigil. Dia ulurkan tangannya ke arah pengawal supaya diikat.

Para pengawal yang datang itu berkata kepadanya penuh keheranan: “Raja sudah wafat, kami meminta kamu untuk membuatkan sebuah peti mati untuk Baginda”.

Waktu itu juga wajahnya berubah menjadi ceria. Kemudian ia melemparkan pandangan tanda mohon maaf ke arah istrinya.

Istrinya tersenyum sambil berkata:

“Tidurlah di malam ini seperti malam-malam sebelumnya. Tuhan itu satu, sementara pintu keluar dari suatu masalah sangat banyak”.

Karena itu kadangkala seorang hamba sampai letih karena berfikir, sementara Allah memiliki semua rencana dan aturan yang tidak dapat diselami oleh pikiran manusia.

Kehebatan, kekuasaan dan kemuliaan hanya milik Allah satu-satunya. Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki, dan Dia cabut dari siapa yang Dia kehendaki juga.

Jangan hukum masa depan dengan kondisimu pada hari ini. Jangan menakar masa depan sejauh matamu memandang. Allah Sang Mahakuasa bisa merubahnya seturut rencana-Nya.

Kamis, 15 November 2018

Uang Bisa Beranak, Tapi Tidak Punya Saudara

"Uang memang tidak ada saudaranya." Demikianlah bunyi sebuah peribahasa. Sayangnya, peribahasa warisan lelulur ini jarang dijadikan landasan untuk berbicara tentang pinjam-meminjam.

Uang tidak punya saudara kembar, kakak,adik,ayah,atau ibu.Uang hanya punya prinsip nilai yang berada pada dirinya sendiri (values in itself). Berapa nilai dan seperti apa perjanjian sebelum uang dipinjamkan dari pemilik uang ke peminjam memiliki prinsip yang teguh dan semuanya berpusat pada nilai uang itu dan perjanjian yang dibangun.

Karena itu, jangan sekali-sekali bicara tentang hubungan saudara (keluarga) ketika Anda ditagih oleh pemilik uang yang Anda pinjam.

Kisah tentang si Uang yang tidak punya rasa belas kasihan dan tidak punya rasa saudara ini banyak menelan korban dan banyak cerita sedih. Dan biasanya, orang lain yang tidak tahu tentang bagaimana masalah itu terjadi cenderung membela korban kekerasan oleh pemilik uang. Padahal, bisa saja si pemilik uang sedang terjerat masalah keuangan dan mengancam kehidupannya, lalu si peminjam uangnya malah berlindung di balik kata "saudara" (hubungan keluarga) dan BELUM PUNYA UANG.

Hampir semua orang ingin bisa membahagiakan anggota keluarga dekat (kerabat, sepupu, dll) dan ingin bisa melakukan apapun untuk memuliakan mereka. Akan tetapi seperti bunyi peribahasa di atas bahwa 'duit tidak ada saudaranya'. Artinya, apabila seseorang meminjam uang dan membuat perjanjian tak-tertulis, maka jangan pernah berdalih atas hubungan keluarga, persaudaraan, dan ketidakmampuan untuk membayar. KITA MEMINJAM UANG DARI SESEORANG, MAKA YANG HARUS KITA KEMBALIKAN ADALAH UANG, bukan berlindung di balik kata-kata "saudara" dan dalih tidak punya uang. Jika kita tidak mampu membayar nilai uang yang kita pinjam, maka berilah sejumlah nilai yang setara dengan nilai uang itu. JANGAN BERDALIH DI ATAS HUBUNGAN KEKELUARGAAN.

Kita memang wajib untuk saling membantu, terutama apabila masih berhubungan darah atau sebagai saudara, akan tetapi kita, di saat yang bersamaan akan menempatkan diri kita seperti makan buah simalakama. Karena apabila saudara tersebut tidak dapat mengembalikan pinjamannya, maka kita akan berangkat dari perjanjian awal dan prinsip nilai uang itu.

Uang itu adalah hasil jerih payah kita, padanya melekat nasib keluarga inti kita (istri dan anak). Mengapa harus menjadi nilai yang tidak berarti (bernilai) oleh orang lain, sekali pun itu bernama saudara kandung ? Memang kalau kita lagi susah, apakah saudara kandung kita menanggung semua kehidupan kita? Tidak. Suami-istri sebagai keluarga intilah yang menanggungnya. Jangan sepelekan pasangan Anda (suami atau istri) dalam hal pinjam-meminjam uang terhadap keluarga ! Mereka harus tetap sebagai orang lain dalam hal pinjam-meminjam. Terkecuali kalau sakit atau musibah, maka kita wajib menolong semampu kita.

Apabila yang meminjam uang ternyata saudara dari pihak kita, bisa saja pasangan kita juga ikutan tidak menyukai saudara kita dan mungkin jadi ikutan membenci kita. Dan apabila kita mulai menekan keluarga kita peminjam tersebut, maka orang tersebut akan menghindar. Yang membuat semakin ribet adalah campur tangan anggota keluarga lainnya, khususnya orangtua.

Pertanyaannya adalah mengapa saudara kita meminta pinjaman uang tersebut kepada kita? Jawabannya adalah: DIA MEMBUTUHKAN UANG UNTUK KEPERLUANNYA, dan lebih mudah pinjamnya, lebih fleksibel, lebih cepat, tidak ribet dan lain-lain. Kata kuncinya atau titik berangkatnya adalah BUTUH, UANG, LEBIH MUDAH. Yang apabila disimpulkan, artinya: ingin lebih mudah mendapatkan UANG dan belum tentu ia bisa mendapatkan pinjaman dari institusi keuangan (Bank) seperti Kredit Tanpa Jaminan atau Kartu Kredit. Lalu, kenapa pada akhirnya urusan kita malah DIPERSULIT dan MELUPAKAN KEBUTUHANNYA, sementara kita MEMPERMUDAH URUSAN KEBUTUHANNYA ?

Lalu, apabila dapat disimpulkan bahwa saudara kita tidak berhak atau belum bisa meminjam dari institusi keuangan mengapa justru kita yang memberikan pinjaman? Yang dapat dilihat bahwa RISIKO UANG TIDAK KEMBALI sangatlah tinggi. Akhirnya terjadilah keributan yang sangat mungkin merusak hubungan abadi kekeluargaan dan pertikaian merenggut nyawa.

Buatlah Perjanjian

Apabila kita masih ngotot ingin “membantu” saudara kita ini, maka lakukanlah dengan benar. Artinya, kita harus lakukan seperti apabila kita meminjamkan uang ke orang lain (yang bukan saudara atau orang dekat). Kita harus mempersiapkan perjanjian pinjam-meminjam yang harus ditanda-tangani di atas materai oleh kedua belah pihak. BILA PENTING ADANYA SAKSI, dan mencantumkan "apabila perjanjian dikhianati oleh salah satu pihak, maka akan diselesaikan secara hukum."

Komunikasikan hal ini secara baik-baik dan katakan bahwa hal ini hanya untuk berjaga-jaga saja. Kalau kita mengkomunikasikan dengan baik, saya yakin saudara kita tidak akan tersinggung atau menolak. Kalau dia tersinggung, berarti DIA ADALAH PENIPU. Dia yang butuh uang, harusnya dia harus tunduk pada pada prinsip nilai uang, karena dia MEMBUTUHKANNYA.

Apabila peminjam (saudara kita) merasa tidak senang karena kita membuat perjanjian dan dia harus menanda tanganinya yang dianggap kita tidak mempercayainya, maka URUNGKANLAH NIAT ANDA UNTUK MEMINJAMKAN UANG. Masing-masing punya urusan dan privasi sendiri. Kita juga tidak perlu merasa bersalah bila tidak bisa meminjamkannya. Dia yang ingin meminjam sejumlah uang UNTUK KEINGINANNYA, mengapa pula harus mengorbankan orang lain, sekali pun itu bernama saudara.

Setiap orang yang jujur dan benar-benar memerlukan pinjaman dan berniat akan mengembalikan pinjamannya akan dengan senang hati menandatangani perjanjian tersebut, dan berniat untuk membayar. Peminjam harus bersyukur karena keinginannya terpenuhi melalui saudara dekat. Kebalikannya apabila kita berhadapan dengan orang yang merasa tidak senang untuk menandatangani perjanjian pinjam-meminjam, kita dapat menyimpulkan bahwa orang tersebut sudah punya niat untuk tidak mengembalikan uang kita.

Karena itu, jangan libatkan hubungan keluarga atau pun persaudaraan dalam masalah hutang-piutang. Tidak mampu untuk meminjamkan, atau peminjam kemungkinan tidak sanggup bayar dan punya track record kurang baik, maka bantulah ala kadarnya. Tidak ada aturan moral yang mengharuskan kita untuk rugi demi KEINGINAN (kehidupan foya-foya) orang lain, sekalipun itu saudara terdekat.

Rabu, 14 November 2018

Jangan Tunda Berbuat Kebajikan

SEORANG WARTAWAN BERHASIL MENDAPAT PENGHARGAAN DUNIA ATAS KARYA FOTO DI BAWAH INI, NAMUN KEMUDIAN BUNUH DIRI KARENA MENYESAL TIDAK MENOLONG GADIS DALAM FOTO TERSEBUT.

Penghargaan tertinggi Jurnalistik Pulitzer 1994 adalah tentang seorang gadis yang menangis kelaparan dan berusaha merangkak kelelahan menuju camp pengungsian PBB berjarak 1 km dari tempatnya, tanpa pakaian dan tulang kurus menonjol di mana-mana, sementara di belakangnya seekor burung pemakan bangkai sudah mencium bau kematian gadis kecil tersebut.

Foto itu di ambil di Afrika Selatan oleh seorang wartawan bernama Kevin Carter, yang mendengar suara tangis anak tersebut, sempat menunggu selama 20 menit dengan harapan burung pemakan bangkai itu pergi, namun akhirnya sekedar mengambil foto gadis itu karena burung pemakan bangkai tidak juga meninggalkan gadis tersebut dan Kevin meninggalkannya begitu saja karena dia takut tertular penyakit, dsb.

Namun setelah foto tersebut dipublikasikan, New York Times yang menerima foto tersebut segera menerima ribuan telepon menanyakan kabar gadis itu :

=====
"Apakah dia mati ?"
"Apakah bisa sampai ke penampungan PBB ?"
"Apakah dia dimakan burung pemakan bangkai ?"
"Bagaimana saya bisa menolong gadis tersebut ?"
"Mengapa KEVIN tidak menolong anak gadis itu ?"
=====

Dua bulan setelah menerima penghargaan tersebut, Kevin mati bunuh diri karena dihantui perasaan bersalah dan pemandangan tersebut.

Dia tidak pernah berhenti menangis menyesali diri. Dia lebih mengutamakan ketenarannya daripada menolong gadis kecil tersebut.

"MENGAPA AKU TIDAK MENOLONG ANAK GADIS ITU ???" Itulah perasaan yang selalu menghantuinya.

Penyesalan memang selalu datang terlambat. Oleh karena itu, selagi masih ada KESEMPATAN, berbuat baiklah pada banyak orang, tanpa mengharapkan imbal baliknya, tanpa mempertimbangkan latar belakangnya.

Jangan sampai kita menyesali diri karena KESEMPATAN UNTUK BERBUAT BAIK sudah tertutup.
Ketika seseorang membutuhkan pertolongan, dan kita hadir di sisinya pada saat itu, berarti Allah memanggil kita untuk kebajikan itu.
Jangan pernah berhenti menabur benih-benih kebaikan dalam bentuk apapun dalam sisa kehidupan kita di bumi ini. Indahnya kehidupan akan kita rasakan saat benih kebaikan itu tumbuh menyelimuti banyak orang.

Dan ingat . . .
Tuhan menitipkan nasib dan kehidupan orang lain dari setiap rezeki dan tarikan nafas kita. Tidak ada lagi gunanya kita hidup kalau bukan untuk orang lain. Merekalah yang membuat kita pantas disebut manusia.

Kita adalah kebajikan itu.

_
https://id.wikipedia.org/wiki/Kevin_Carter
http://pekanbaru.tribunnews.com/…/foto-ini-jadi-alasan-pera…
http://www.sooperboy.com/…/terima-penghargaan-pulitzer-foto…
https://www.qureta.com/post/aku-selfie-maka-aku-ada
https://www.youtube.com/watch…

https://pusaka.or.id/assets/2018/01/Laporan-Bersama-Catatan-Akhir-Tahun-2017-Vrs.pdf